Dua puluh delapan.
Rasanya, ini semua pembodohan.
Pembodohan atas semua usaha sia-sia yang aku lakukan.
Penantian panjang yang aku lakukan selama ini.
Penantian yang aku lakukan sendiri, dan tanpamu.
Aku sendiri tak punya banyak alasan atas apa yang aku lakukan.
Yang aku tahu, seharusnya kau kembali.
Memintaku untuk menemanimu melanjutkan kisah kita yang sempat tertunda ego kita.
Tapi ternyata, kau semakin menjauh.
Membuatku semakin kehilangan arah untuk mengikutimu.
Membuatku semakin kehilangan kendali atas diriku sendiri.
Aku seperti bukan diriku.
Aku telah menjadi orang lain yang tak aku inginkan.
Aku berubah bukan karena inginku, tapi keadaan yang memaksaku.
Kau pergi sedangkan aku hanya menanti.
Apa ini adil?
Apa ini balasan atas semua perjuanganku?
Kau perlu tahu, ketulusan ini belum ku akhiri.
Ketulusan ini masih terjadi bahkan setelah kau pergi.
Pembodohan atas semua usaha sia-sia yang aku lakukan.
Penantian panjang yang aku lakukan selama ini.
Penantian yang aku lakukan sendiri, dan tanpamu.
Aku sendiri tak punya banyak alasan atas apa yang aku lakukan.
Yang aku tahu, seharusnya kau kembali.
Memintaku untuk menemanimu melanjutkan kisah kita yang sempat tertunda ego kita.
Tapi ternyata, kau semakin menjauh.
Membuatku semakin kehilangan arah untuk mengikutimu.
Membuatku semakin kehilangan kendali atas diriku sendiri.
Aku seperti bukan diriku.
Aku telah menjadi orang lain yang tak aku inginkan.
Aku berubah bukan karena inginku, tapi keadaan yang memaksaku.
Kau pergi sedangkan aku hanya menanti.
Apa ini adil?
Apa ini balasan atas semua perjuanganku?
Kau perlu tahu, ketulusan ini belum ku akhiri.
Ketulusan ini masih terjadi bahkan setelah kau pergi.
Comments
Post a Comment