Tiga puluh dua.
Aku tenggelam dalam sepiku.
Akhir-akhir ini aku baru menyadari betapa kosongnya hidupku.
Rasanya tak satupun sudut dihatiku dipenuhi oleh rasa gembira.
Aku memang tertawa, tetapi aku tidak bahagia.
Aku memang tak menangis, tapi jauh dalam lubuk hatiku aku merasakan sedih yang luar biasa.
Melihat beribu pasangan diluar sana bahagia dan saling tertawa.
Mendengar puluhan cerita cinta yang diutarakan orang lain kepadaku.
Tak ada lagi yang kurasakan selain kosong.
Namun entah mengapa, aku mencintai kekosongan ini.
Meski begitu menyakitkan, namun rasanya aku ada pada puncak kebahagiaan.
Entah harus bersyukur atau menyalahi keadaan, aku tak mengerti.
Aku melihat orang-orang yang dekat denganku pergi satu per satu dari hidupku.
Aku menatap langkah kaki mereka tepat ketika mereka menjauh dariku.
Aku ingin menangis, tapi tak tahu apa yang harus ku tangisi.
Aku hanya membiarkan mereka pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal.
Membiarkan satu per satu kata manis dari bibir mereka menjadi kenangan.
Membiarkan segala janji yang pernah disepakati terbuang sia-sia.
Dan pada akhirnya aku melihat mereka bahagia dengan orang baru yang mereka dapatkan.
Sementara aku hanya bergelut pada kekosongan dan kehampaanku.
Mungkin bukan mereka yang salah.
Mungkin aku yang tak pantas bagi mereka, hingga akhirnya mereka meninggalkanku.
Aku yang tak mampu menahan mereka, hingga akhirnya mereka membuangku.
Kalau saja ada yang bisa ku ubah dari apa yang ada sekarang,
Aku tetap tak ingin mengubah apapun.
Kalau memang begini adanya, aku hanya menikmati saja.
Berusaha menikmati segala yang ada dalam hidup, sekalipun aku harus menangis setiap harinya.
Aku tahu, aku bisa saja menyakiti mereka yang menyakitiku.
Aku punya kekuatan untuk menyakiti mereka, namun aku takkan melakukannya.
Aku merasa tak ingin menyakiti atau memaafkan.
Aku hanya ingin mempunyai kekuatan untuk melupakan dengan cepat.
Akhir-akhir ini aku baru menyadari betapa kosongnya hidupku.
Rasanya tak satupun sudut dihatiku dipenuhi oleh rasa gembira.
Aku memang tertawa, tetapi aku tidak bahagia.
Aku memang tak menangis, tapi jauh dalam lubuk hatiku aku merasakan sedih yang luar biasa.
Melihat beribu pasangan diluar sana bahagia dan saling tertawa.
Mendengar puluhan cerita cinta yang diutarakan orang lain kepadaku.
Tak ada lagi yang kurasakan selain kosong.
Namun entah mengapa, aku mencintai kekosongan ini.
Meski begitu menyakitkan, namun rasanya aku ada pada puncak kebahagiaan.
Entah harus bersyukur atau menyalahi keadaan, aku tak mengerti.
Aku melihat orang-orang yang dekat denganku pergi satu per satu dari hidupku.
Aku menatap langkah kaki mereka tepat ketika mereka menjauh dariku.
Aku ingin menangis, tapi tak tahu apa yang harus ku tangisi.
Aku hanya membiarkan mereka pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal.
Membiarkan satu per satu kata manis dari bibir mereka menjadi kenangan.
Membiarkan segala janji yang pernah disepakati terbuang sia-sia.
Dan pada akhirnya aku melihat mereka bahagia dengan orang baru yang mereka dapatkan.
Sementara aku hanya bergelut pada kekosongan dan kehampaanku.
Mungkin bukan mereka yang salah.
Mungkin aku yang tak pantas bagi mereka, hingga akhirnya mereka meninggalkanku.
Aku yang tak mampu menahan mereka, hingga akhirnya mereka membuangku.
Kalau saja ada yang bisa ku ubah dari apa yang ada sekarang,
Aku tetap tak ingin mengubah apapun.
Kalau memang begini adanya, aku hanya menikmati saja.
Berusaha menikmati segala yang ada dalam hidup, sekalipun aku harus menangis setiap harinya.
Aku tahu, aku bisa saja menyakiti mereka yang menyakitiku.
Aku punya kekuatan untuk menyakiti mereka, namun aku takkan melakukannya.
Aku merasa tak ingin menyakiti atau memaafkan.
Aku hanya ingin mempunyai kekuatan untuk melupakan dengan cepat.
Comments
Post a Comment