Tiga puluh tiga.

Aku tertawa getir dalam kekosonganku.
Baru saja aku membayangkan indahnya jika aku bisa menyentuh wajahmu.
Aku pernah bermimpi melewati senjaku bersamamu.
Senja yang tak lagi pernah seindah ketika aku melewatinya bersamamu.
Aku pernah bermimpi tersenyum dan tertawa lepas bersamamu.
Tawa yang tak lagi pernah ku rasakan setelah kau meninggalkanku.
Perih dan menyakitkan.
Bayangan memori indah itu selalu hadir membuat senyum pengantar tidurku.
Namun beberapa menit kemudian, ia juga berhasil membuatku tersedu.
Bayangan memori buruk saat kau meninggalkanku selalu datang setelah sang memori indah pergi.
Seolah ia ingin membayar segala kesenanganku dengan duka yang ia punya.
Seolah ia menamparku dan berkata, 'jangan senang dulu'.
Kita yang ku kira kuat, ternyata rapuh.
Kita yang ku kira bisa bersama, ternyata berbeda.
Aku lupa mengingatkan diriku agar tak terlalu berharap.
Sebaliknya, harapan itu justru semakin besar disetiap harinya saat kita bersama.
Dan meletus ketika kau pergi.
"Aku hanya ingin kau kembali", batinku.
Namun sudahlah, aku tak ingin memperpanjang perasaan ini.
Aku tahu, tak ada lagi yang perlu ku pertahankan ataupun ku perjuangkan pada hubungan ini.
Hampir satu tahun kita tak lagi saling sapa, dan aku masih memikirkanmu.
Maaf karena aku terlalu lancang merindukanmu.
Jika saja bisa memilih, aku pun ingin perasaan sayang dan rindu ini tak pernah ada untukmu.

Comments

Popular Posts