Mungkin

Aku sudah berusaha, namun bayangmu masih saja menyapa.
Aku sudah berusaha menyibak rindu, tapi mataku tetap saja sendu.

Aku enggan membuka mata, takut menghadapi hari ini. Bukan, ini bukan hari ujian nasional, bukan hari kelahiran ataupun kematian, bukan pula hari runtuhnya dunia.
Tapi aku takut. Hari ini, aku akan melihat wajahmu lagi. Aku takut bertemu denganmu, aku takut tak sengaja menatap matamu atau melihat senyummu.

Aku seperti kelinci dengan tiga kaki, merangkak pelan agar bisa berjalan, menyeret paksa tubuhku agar tidak diam di satu tempat. Karena kaki yang satu lagi kau bawa pergi, mungkin takkan kembali. Meski bukan kaki yang kau patahkan atau kau bawa pergi, tapi hati.
Ini masih saja tentang hati.

Mungkin kamu, dari dalam hatimu, dengan segenap jiwamu, juga sama sepertiku yang masih saja merindu.
Mungkin kamu, dari dalam otakmu, dengan segala inginmu, juga sama sepertiku yang masih saja kelu.
Sudah, tak apa. Aku tak menyalahkanmu.
Seperti kataku waktu itu, aku menyalahkan diriku.
Mungkin memang benar adanya jika beberapa cinta tak harus bersatu agar boleh merindu.
Mungkin memang benar adanya perpisahan diciptakan agar kita boleh merasakan rindu.

Ada beberapa hal yang ingin ku sampaikan padamu. Atau mungkin bukan beberapa, tapi banyak.
Atau malah semua hal.
Aku masih saja berandai-andai kamu disini, masih saja berandai-andai aku punya kendali untuk menceritakan apapun kepadamu dengan leluasa, seperti dulu.
Aku rindu, melihat namamu muncul dilayar telepon, lalu tersenyum.
Aku rindu, mendengar celotehmu berjam-jam sambil menatap wajahmu.
Aku rindu, tertawa pada hal-hal bodoh yang sampai detik ini masih saja ku ingat.

Aku selalu tahu bagaimana aku tersenyum bahkan tertawa pada hal-hal yang kita ributkan dulu.
Tapi bagaimana bisa aku menangis saat mengingat betapa bahagia kita dulu?
Bagaimana bisa bahagia membawa tangis?
Bagaimana bisa mataku mendadak sendu?

Aku masih saja bertanya mengapa alam membawa dua orang untuk bertemu jika pada akhirnya tak bisa bersatu.
Aku masih saja bertanya mengapa pencipta membuat kau seolah tepat bila akhirnya membuatku sekarat.
Aku masih saja bertanya mengapa waktu membawaku padamu jika ragamu hanya boleh ku simpan dalam rindu.

Kau tahu, dalam mata senduku ini, wujudmu masih utuh.
Kau tahu, dalam hatiku ini, kenanganmu masih saja penuh.

Tak apa, simpan saja hatiku disana. jadikan temanmu cerita.
Kalau-kalau nanti kau rindu, ingat saja hatiku masih untukmu.
Semoga hatiku tak membuatmu repot, atau jika repot, nanti boleh kau copot.
Aku masih saja disini, menanti kau kembali, entah nanti-nanti, atau bahkan tidak sama sekali.

Comments

Popular Posts