Dua puluh dua.
Aku tahu ini bukan dirimu.
Aku tahu kau tak sejahat ini.
Aku tahu bahwa kau hanya sedang berpura-pura jahat dan menjadi orang lain.
Tapi untuk apa? Untuk apa merubah dirimu sendiri?
Aku memang tak mungkin menanyakannya langsung padamu.
Aku hanya diam. Menonton setiap hal yang kau lakukan.
Menonton kau menyakitiku dan menghilang perlahan.
Sementara bibirku hanya mengatup rapat tanpa berkata sedikitpun, mata dengan air yang di pelupuknya dan hati beserta teriakan di dalamnya.
Aku diam bukan karena aku tak ingin berkata apapun.
Tapi aku diam karena aku tak tahu harus meluapkannya bagaimana.
Bukankah jika aku berteriak sekalipun kau takkan mendengarku?
Maka semuanya akan percuma kan? Aku hanya akan membuang energiku, kan?
Sedangkan diam saja aku sudah menghabiskan energiku untuk menangis, apalagi aku berbicara.
Aku tahu, kita sudah berantakan, bahkan terlalu berantakan.
Tapi bukankah jika kita mau, kita bisa merapikan segalanya lagi?
Jika hanya aku yang usaha merapikannya, sampai kapanpun aku takkan bisa.
Dan aku tak mungkin untuk memaksaku membantuku merapikannya.
Maka aku hanya diam, menunggumu sampai bersedia untuk merapikan semuanya lagi.
Comments
Post a Comment