Lima belas.
Senja ini aku duduk, masih di tempat kesayanganku.
Ditemani rintik hujan yang perlahan membasahi rambutku, aku berdiri disini.
Memandangi atap-atap rumah lain yang basah, memperhatikan keadaan sekitarku.
Menghirup aroma tanah yang tercium akibat dibasahi hujan, aku mencintai wangi ini.
Dan untuk kesekian ribu kali, aku memikirkanmu ditempat ini.
Hai, masihkah kau mengingatku? Aku merindukanmu.
Rindu ini selalu membawaku kembali mengingat semua kenangan kita.
Aku tak tahu siapa yang harus disalahkan. Aku tak tahu apa yang bisa ku lakukan.
Aku sudah berlari ribuan kilometer hanya untuk menjauhi bayanganmu, namun ternyata aku hanya diam di tempat yang sama. Di tempat aku mulai berlari.
Hujan ini semakin deras, lalu mengapa dia tetap tak mampu mengapuskan ingatanku tentangmu?
Terkadang aku berharap bisa jadi bagian dari rintikan hujan itu. Jatuh tanpa beban, tapi yang paling aku harapkan adalah jatuh ditanganmu.
Luka yang aku rasakan memang tak kelihatan, namun ia begitu dalam. Begitu dalam hingga untuk menyembuhkannya saja aku tak mampu.
Bisakah kau rapikan lagi hatiku yang kau tinggal pergi dalam keadaan berantakan?
Jangan hanya diam.. Ingat, aku menunggu.
Waktu terus berputar, jangan tunggu sampai sang waktu menua.
Ketika cinta itu ada, mengapa hanya diletakkan di dasar hati? Mengapa tak diungkapkan saja?
Jangan bohongi dirimu sendiri.
Lihat, langitpun menangis melihat aku menangisi dirimu setiap hari.
Mata dan hati ini mulai lelah.
Semuanya mulai mendesakku untuk meninggalkanmu.
Namun hati ini belum bisa, sejuta pertanyaan masih menggantung di otakku.
Jangan buat aku menunggu lebih lama lagi.
Bibir ini sungguh tak dapat berkata lagi, hanya jemariku yang terus menari, menari menumpahkan semua yang ada dihati.
Sang hujan telah pergi dan senja ini pun telah habis tepat ketika aku selesai menulis ini.
Selamat malam, kapten.
Ditemani rintik hujan yang perlahan membasahi rambutku, aku berdiri disini.
Memandangi atap-atap rumah lain yang basah, memperhatikan keadaan sekitarku.
Menghirup aroma tanah yang tercium akibat dibasahi hujan, aku mencintai wangi ini.
Dan untuk kesekian ribu kali, aku memikirkanmu ditempat ini.
Hai, masihkah kau mengingatku? Aku merindukanmu.
Rindu ini selalu membawaku kembali mengingat semua kenangan kita.
Aku tak tahu siapa yang harus disalahkan. Aku tak tahu apa yang bisa ku lakukan.
Aku sudah berlari ribuan kilometer hanya untuk menjauhi bayanganmu, namun ternyata aku hanya diam di tempat yang sama. Di tempat aku mulai berlari.
Hujan ini semakin deras, lalu mengapa dia tetap tak mampu mengapuskan ingatanku tentangmu?
Terkadang aku berharap bisa jadi bagian dari rintikan hujan itu. Jatuh tanpa beban, tapi yang paling aku harapkan adalah jatuh ditanganmu.
Luka yang aku rasakan memang tak kelihatan, namun ia begitu dalam. Begitu dalam hingga untuk menyembuhkannya saja aku tak mampu.
Bisakah kau rapikan lagi hatiku yang kau tinggal pergi dalam keadaan berantakan?
Jangan hanya diam.. Ingat, aku menunggu.
Waktu terus berputar, jangan tunggu sampai sang waktu menua.
Ketika cinta itu ada, mengapa hanya diletakkan di dasar hati? Mengapa tak diungkapkan saja?
Jangan bohongi dirimu sendiri.
Lihat, langitpun menangis melihat aku menangisi dirimu setiap hari.
Mata dan hati ini mulai lelah.
Semuanya mulai mendesakku untuk meninggalkanmu.
Namun hati ini belum bisa, sejuta pertanyaan masih menggantung di otakku.
Jangan buat aku menunggu lebih lama lagi.
Bibir ini sungguh tak dapat berkata lagi, hanya jemariku yang terus menari, menari menumpahkan semua yang ada dihati.
Sang hujan telah pergi dan senja ini pun telah habis tepat ketika aku selesai menulis ini.
Selamat malam, kapten.
Comments
Post a Comment