Sebelas.
Seharusnya semua kenyataan menyakitkan ini bisa membuatku berhenti atas segala harapan dan impian bodoh ini. Tapi nyatanya tidak, sesuatu masih menyuruhku bertahan bersama kepingan hati yang sudah tercecer tak berbentuk.
Sang waktu yang terus berjalan menua, kadang juga ikut menyuruhku berhenti karena mengerti betapa lelahnya hatiku. Namun aku tetap bertahan.
Sang bintang, satu-satunya sahabat sejatiku, memang tak pernah secara langsung menyuruhku berhenti, namun dengan bahasanya, ia menyuruhku perlahan menghilangkan manusia yang bayangannya selalu melekat di hati dan pikiranku.
Bagaimana bisa? Teriakku kepada semua yang memaksaku. Namun mereka hanya diam, tak ingin memancing amarahku lebih jauh.
Ya, aku tahu, perbuatan bodoh ini seharusnya ku hentikan. Karena bagaimanapun, semuanya sudah berhenti tanpa ku sadari.
Aku kehilangannya. Kehilangan senyumnya. Kehilangan candanya.
Namun apa daya, aku tak mampu mengatakannya langsung. Dan lagi-lagi semuanya hanya tertahan dalam dada.
Rasanya sang rindu ingin meloncat keluar dari batasnya, sang bibir ingin berkata langsung betapa aku kehilangan dan merindukan dia. Namun semuanya akan percuma, pikirku. Rinduku tak akan terbalaskan..
Ingin rasanya memulai semua dari awal lagi. Tapi aku sadar, hati ini lelah dan aku tak mungkin memaksanya untuk bekerja semakin lama, yang akan membuatnya semakin lelah..
Sang waktu yang terus berjalan menua, kadang juga ikut menyuruhku berhenti karena mengerti betapa lelahnya hatiku. Namun aku tetap bertahan.
Sang bintang, satu-satunya sahabat sejatiku, memang tak pernah secara langsung menyuruhku berhenti, namun dengan bahasanya, ia menyuruhku perlahan menghilangkan manusia yang bayangannya selalu melekat di hati dan pikiranku.
Bagaimana bisa? Teriakku kepada semua yang memaksaku. Namun mereka hanya diam, tak ingin memancing amarahku lebih jauh.
Ya, aku tahu, perbuatan bodoh ini seharusnya ku hentikan. Karena bagaimanapun, semuanya sudah berhenti tanpa ku sadari.
Aku kehilangannya. Kehilangan senyumnya. Kehilangan candanya.
Namun apa daya, aku tak mampu mengatakannya langsung. Dan lagi-lagi semuanya hanya tertahan dalam dada.
Rasanya sang rindu ingin meloncat keluar dari batasnya, sang bibir ingin berkata langsung betapa aku kehilangan dan merindukan dia. Namun semuanya akan percuma, pikirku. Rinduku tak akan terbalaskan..
Ingin rasanya memulai semua dari awal lagi. Tapi aku sadar, hati ini lelah dan aku tak mungkin memaksanya untuk bekerja semakin lama, yang akan membuatnya semakin lelah..
Comments
Post a Comment